Sejarah Perang
Jombang: Rentetan Peristiwa 10 November
M. Fathoni
Mahsun[1]
Sampai saat ini
mungkin masyarakat Jombang tidak banyak yang tahu, kalau ada peristiwa perang yang
tidak kalah pentingnya untuk diperingati, seperti halnya perang 10 November
1945, karena perang tersebut terjadi di Jombang, wilayah kita sendiri.
Awal mula
Belanda bercokol kembali di Indonesia setelah terusir Jepang adalah, pada
peristiwa 10 November itu, dengan taktik membonceng pada sekutu. Kemudian dilanjutkan
pada agresi Belanda I pada 21 Juli 1947, lalu agresi Belanda II pada 18
Desember 1948. Perang di Jombang sendiri terjadi pada 29 Desember 1948 dan
berakhir dengan perjanjian genjatan senjata di Gudo, sekitar Desember 1949.
Pada 7 Desember
1948 Mayjend Soengkono selaku Komandan Daerah Militer (KDM) Jawa Timur
mengumpulkan anak buahnya dan memberitahu bahwa perundingan dengan pihak
Belanda mengalami deadlock. Konsekuensinya, tidak lama lagi Belanda akan
mengadakan agresi kembali.. Perkiraan
agresi tersebut dilaksanakan sebelum hari natal dengan perhitungan seluruh
operasi akan diselesaikan pada hari natal atau selambat-lambatnya sebelum tahun
baru.
Menanggapi
kondisi demikian, maka diperlukan antisipasi-antisipasi sesuai perintah siasat
nomor 1 dari Panglima Sudirman. Yaitu bahwa diperintahkan kepada seluruh
pasukan untuk ber-wingate (menyusup kembali) ke daerah-daerah yang sudah
diduduki Belanda, untuk bergerilya dan membentuk pemerintahan militer di sana.
Dalam hal ini di timur, Mojokerto merupakan daerah yang sudah jatuh ke tangan
Belanda sejak tahun 1947. Sedang di daerah utara, Mantub merupakan daerah
perbatasan dengan daerah Belanda.
Menyikapi
perintah siasat nomor 1 tersebut, pada 20 Desember 1948, Kolonel Kretarto
Komandan STC Surabaya di Jombang memerintahkan Batalyon Soetjipto dan Batalyon
Isa Idris mengadakan wingate ke Mojokerto. Dua batalyon ini beberapa hari
kemudian diperkuat oleh Batalyon Bambang Yuwono, yang tadinya berkedudukan di
Mojoagung, untuk menyerang Pugeran dan Mojosari. Batalyon Mansur Solikhi,
berasal dari laskar Hisbulloh, membantu menyerang Pacet.
Sedangkan untuk
mengahadang pergerakan Belanda di utara ditempatkan kompi CTC di bawah pimpinan
lettu M. Indon, bersama dengan kesatuan lain yaitu Batalyon Darmosoegondo,
Kompi CPM, dan Kompi MBT. Perlu diketahui, Komandan Devisi I pada 20 Desember
1948 itu, telah mengirim pasukan dari Tulungagung, Pare, Nganjuk, dan Kediri
menuju Ngimbang dan Mantub.
Jombang Jatuh
Dengan
antisipasi-antisipasi demikian, nyatanya pasukan kita tidak mampu membendung
pergerakan pasukan Belanda. Beberapakali pengalaman menunjukkan, bahwa perang terbuka selalu saja membuat kita
kalah. Hal ini karena persenjataan Belanda jauh lebih lengkap. Dari udara
mereka menggunakan pesawat. Sedang dari daratan mereka menggunakan tank-tank,
beberapa diantaranya tank berukuran raksasa. Dengan tank-tank ini pasukan
Belanda bisa terus merengsek mendekati pertahanan pasukan republik. Padahal,
jembatan di utara Ploso hingga ke Lamongan sudah dibom oleh TNI.
Walhasil, pada
23 Desember 1948 pasukan Belanda telah menduduki Ploso. Pasukan Darmosoegondo
yang tadinya bermarkas di pasar Kabuh akhirnya harus mundur ke arah barat,
melintasi hutan jati menuju Jipurapah, Pojok Klitik, dan sekitarnya. Demikian
juga pasukan-pasukan TNI yang lain. Pada tanggal 29 Desember 1948 Belanda
akhirnya mampu menjangkau kota Jombang. Pasukan TNI yang tadinya di kota, kini
merengsek ke selatan menuju Gudo, dan menjadikan daerah ini sebagai daerah
pertempuran Jombang selatan.
Ketika Belanda
masih berada di Ploso, di kota Jombang pasukan TNI melakukan bumi hangus
terhadap tempat-tempat penting, agar tidak dimanfaatkan Belanda. Antara lain,
pendopo kabupaten, pasar-pasar, kantor-kantor pemerintahan, rumah sakit, dan
beberapa rumah orang Tionghoa di sekitar ringin contong. Ketika daerah kota
sudah direbut, maka pasukan TNI masuk ke pedalaman untuk mengatur strategi dan
membentuk kantong-kantong gerilya.
Maka peperangan
yang terjadi kemudian berubah pola dari konfrontatif secara terbuka, manjadi
perang gerilya. Pasukan kita dalam kelompok-kelompok kecil sering mengadakan
gangguan ke kedudukan Belanda. Perang tidak lagi terjadi di satu titik, tapi
terjadi di semua titik di seantereo Jombang. Waktu perang pun bisa pagi, siang,
terutama selepas tengah malam. Karakter peperangan biasanya adalah TNI
melakukan gangguan di kedudukan Belanda yang ada di kota. Lalu Belanda
mengadakan pengejaran sampai ke desa-desa. Atau Belanda mengadakan patroli ke
kantong-kantong gerilya, dan pasukan TNI melakukan penghadangan. Beberapa di
antaranya Belanda yang mempunyai inisiatif menyerang.
Tempat-tempat perang gerilya itu diantaranya
adalah sepanjang jalan raya lintas propinsi, mulai dari Mojoagung sampai Perak
sebelah barat (sekarang Bandar Kedungmulyo), karena jalur ini merupakan ‘jalur
AS’ yang harus dikawal. Juga di Cukir, Ngoro, Diwek, Wonosalam, Jatipelem,
Kabuh, Pundong, Ploso, Tanjung Wadung, Balong Biru, Plandaan, Sumobito,dan lain
sebagainya.
Salah satu
hasil perang gerilya yang terbilang sukses adalah, serangan ke kota Jombang
pada dini hari tanggal 13 januari 1949. Dimana pasukan TNI melakukan
penyergapan ke sekitar Kebon Rojo dan
sekitar rumah H. Efendi di Jagalan. Pertempuran yang terjadi hingga siang hari
ini mengakibatkan korban tewas dipihak Belanda hingga 6 truk. Serangan ini
bahkan diapresiasi oleh Nasution yang ketika itu menjabat sebagai Panglima
Komando Djawa, sebagai serangan yang efektif.
Situs Penting dan Penghargaan Jasa Pahlawan
Saat ini pelaku
sejarah yang menjadi veteran perang sudah semakin sedikit yang tersisa. Yang
tersisa itu pun ingatannya pada masa-masa perang tersebut sudah tidak utuh
lagi. Seiring dengan itu, ingatan publik terhadap perjuangan pahlawan di
Jombang juga hampir tidak ada.
Lebih parahnya lagi monumen-monumen
peringatan peristiwa kepahlawanan yang pernah dibangun di Jombang, tersingkir
dengan sistematis, terstruktur, dan masif. Contohnya patung Letkol Kretarto
yang merintis KDM Jombang, sekaligus pemimpin perang ketika itu, yang semula
dipasang di pertigaan terminal lama, kini digeser ke tempat yang tidak
strategis, yaitu pertigaan PG Djombang Baru arah ke Ploso. Beberapa masyarakat
barangkali bahkan tidak tahu kalau disitu ada patung pahlawan. Atau kalau
sempat melihat, mereka barangkali tidak tahu itu patung siapa.
Kejadian serupa
juga terjadi di pertigaan Mojoagung, Monumen Bambu Runcing sempat berganti
menjadi monumen lain, walaupun saat ini kembali lagi menjadi Monumen Bambu
Runcing. Kuat dugaan, monumen ini dibangun untuk memperingati peristiwa
masuknya Belanda ke Jombang dari arah timur.
Yang tidak
kalah tragis adalah jembatan Sebani di Sumobito. Disini pernah terjadi perang
besar. Mengetahui Belanda akan mendatangi markas TNI di sekitar Menturo,
jembatan Sebani kemudian dibom. Akibatnya ketika mau melintasi sungai, akses
Belanda terhambat. Sehingga terpaksa mereka harus masuk ke dalam sungai. Nah,
pada saat mereka berada di sungai itulah, pasukan TNI yang sudah siap siaga,
melepaskan tembakan. Akibatnya 32 orang musuh tewas. Untuk memperingati
peristiwa ini, di sebelah puing-puing jembatan Sebani, dibangun sebuah monumen
oleh Ikatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah. Namun sayangnya
monumen tersebut baru setengah jadi, dan saat ini teronggok menjadi bangunan
yang tidak jelas akibat ditumbuhi semak belukar.
Situs-situs
penting yang menjadi saksi sejarah pun banyak yang sudah musnah atau beralih
rupa. Misalnya markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang pertama, yang berada di
sebelah gedung kejaksaan Jombang,
sekarang kantor Plasa Telkom.
Markas tersebut kemudian pindah ke gedung
berderet empat di depan RSUD Jombang, sekarang sudah benar-benar berubah
wujud. Markas Hisbulloh devisi I yang berada di Jl. A. Yani, dulu pernah
menjadi apotek Bayu Farma, entah sekarang. Gedung SMAN 3 Jombang, dulu adalah
rumah sakit untuk merawat para pejuang.
Kabar baiknya,
beberapa situs yang lain masih seperti sedia kala, meski ada yang terawat dan
ada yang tidak. Misal, perumahan utara PG. Djombang baru, yang pernah menjadi
tempat pelatihan calon-calon anggota Hisbulloh yang kemudian menjadi Tentara
Republik Indonesia (TRI). Kompleks pabrik gula Tjoekir yang pernah menjadi
tempat latihan gabungan pasukan. Bangunan selatan bank BCA, dulu garasi mobil
pasukan TNI.
Namun kalau
tidak ada kebijakan dari pihak berwenang, bangunan-bangunan penting tersebut
akan beralih rupa,dan kita tidak akan mempunyai kenangan sejarah lagi. Ingatan
kolektif kita pada sejarah akan semakin tergerus zaman. Na’udhubillah.
Jombang,
8 November 2014
7 comments:
pak, jembatan ploso yang dibom TNI itu yang pondasi penyanggahnya masih ada sampai sekarang dan sebelah baratnya jembatan besi di atas sungai Brantas itu?
Bukan jembatan Plosonya, tp utara Ploso,coz saya tdk menemukan orang yg menjelaskan bahwa jembatan Ploso pernah dibom. Pelaku sejarah yang saya wawancara i mengatakan bahwa pasukan zeni yg ditugasi menghancurkan jembatan kehabisan stok bom ketika nyampai Ploso. Kalau jembatan Ploso (brantas) berhasil dihancurkan, sejarah akan berkata lain, karena Belanda tidak akan bisa menembus Jombang dr utara
Bukan jembatan Plosonya, tp utara Ploso,coz saya tdk menemukan orang yg menjelaskan bahwa jembatan Ploso pernah dibom. Pelaku sejarah yang saya wawancara i mengatakan bahwa pasukan zeni yg ditugasi menghancurkan jembatan kehabisan stok bom ketika nyampai Ploso. Kalau jembatan Ploso (brantas) berhasil dihancurkan, sejarah akan berkata lain, karena Belanda tidak akan bisa menembus Jombang dr utara
Kalau tidak salah, kesatuan yang menjadi cikal bakal kodim Jombang salah satunya adalah ex batalyon Semut Ireng pimpinan mayor Budiman Sumantri yang sebelumnya adalah mantan komandan kompi dari batalyon 35 Bambang Yuwono. Mayor Budiman mengumpulkan sisa2 pasukan yang tercerai berai bekas Brigade Hayam Wuruk pimpinan mayor Pamuraharjo di front Gondang - Pacet - Trawas. Elemen Brigade ini adalah Yon Bambang Yuwono, Yon Mansyur Solikhi, Yon Sucipto, Yon Isa Edris, ditambah pasukan Mobrignya mayor M. Yasin. Demikian CMIIW..
Assalammualaikum pak, sya mahasiswa sejarah dari unesa apakah boleh saya minta email bapak karena brhubungan dg tulisan skripsi saya tentang jombang. Ada yg saya ingin tanyakan lebih lanjut.
Mas Yunus, btl salah satunya semut ireng. Rupanya njenengan punya refrensi yg lumayan, boleh komunikasi lbh lanjut di tonyy3ss82@gmail.com.email tsb juga bisa dihub mbak Dewi Cyntia
Post a Comment